Minggu, 15 April 2012

MEMELIHARA HIDUP CIPTAAN TUHAN Kejadian 6 : 5 – 13




Perikop kita hari ini menarik sekali karena dibuka dengan kalimat, “Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya.  Berfirmanlah TUHAN: "Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi … sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka" (ay. 5-7).  Bahkan dalam ay. 11-12 lebih lanjut dikatakan, “Adapun bumi itu telah rusak di hadapan Allah dan penuh dengan kekerasan. Allah menilik bumi itu dan sungguhlah rusak benar, sebab semua manusia menjalankan hidup yang rusak di bumi.”  Keterangan ini berbeda sekali dari apa yang dikatakan dalam Kej. 1 pada saat Allah menciptakan dunia di mana dikatakan, “Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik” (1:31).  Kalau dulu ketika diciptakan semuanya baik adanya, kini semuanya rusak dan penuh dengan kekerasan serta kejahatan sampai Allah sendiri ingin menghapuskan semua manusia dari muka bumi.
Apa yang menyebabkan Allah merasa sakit hati hingga ingin menghapus semua manusia dari muka bumi?  Jika kita menilik kisah-kisah di sepanjang pasal 1-11, maka kita bisa melihat bahwa persoalan utama manusia adalah karena manusia terus menerus menolak perintah Allah dan ingin menjadi seperti Allah sendiri.  Sejak Adam dan Hawa, hingga Kain dan Lamekh, perilaku manusia senantiasa diwarnai sikap semacam ini.  Inilah yang menyakitkan hati Allah.
Untunglah di tengah-tengah situasi yang suram semacam itu Alkitab juga mencatat, “Tetapi Nuh mendapat kasih karunia di mata TUHAN” (6:8).  Apa yang membuat Nuh berbeda dari manusia-manusia yang lain hingga ia mendapat kasih karunia Tuhan?  Dalam ay. 9 dikatakan karena Nuh adalah “seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya.”  Dalam bahasa aslinya istilah yang dipakai di sini menunjukkan bahwa Nuh adalah seorang yang adil, dalam pengertian mempunyai hubungan yang benar dan baik dengan orang-orang di sekitarnya.  Inilah rupanya yang membuat ia mendapat kasih karunia Tuhan.  Dibandingkan dengan orang-orang sejamannya yang berusaha untuk menjadi seperti Allah, dan malah kemudian menguasai dan menindas serta melakukan kekerasan pada orang-orang lain, Nuh sebaliknya justru mempunyai hubungan yang benar dan baik dengan orang-orang di sekitarnya.  Dan nanti dalam perikop lanjutan maka kita juga bisa melihat bagaimana hubungan yang benar dan baik itu diberlakukan oleh Nuh bukan hanya kepada manusia saja, tetapi juga kepada segenap makhluk hidup lainnya.
Inilah teladan yang seharusnya kita ikuti.  Bukan mengganggap diri kita sendiri sebagai Allah, dan kemudian kita berusaha menguasai serta menindas orang-orang lain dan bahkan juga alam lingkungan di sekitar kita, tapi justru menciptakan hubungan yang benar dan baik dengan semua makhluk di sekitar kita.  Sikap semacam inilah yang akan membuat kita juga akan menerima kasih karunia Allah sama seperti Nuh, dan memampukan kita memelihara hidup ciptaan Tuhan.

Pdt. Dr. Paulus Sugeng Widjaja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar