Minggu, 15 April 2012

KELUARGAKU BAGI YESUS IBRANI 13 1-6




Berpuluh-puluh kali dalam sehari, hakim mengetukkan palunya di meja hijau dan mengucapkan kata-kata yang menyedihkan: “ permohonan untuk perceraian diluluskan.”  Pernikahan yang dimulai dengan kesukaan itu telah diakhiri dengan kekcewaan.  Apa yang mula-mula nampaknya gemerlap di mata pasangan-pasangan itu, sekarang berubah menjadi kesuraman.  Sesuatu yang dimulai dengan kegembiraan dan harapan, telah diakhiri dengan kepahitan dan permusuhan.
Ada tragedi lain yang tidak begitu digembor-gemborkan, tetapi sama menyedihkan seperti perceraian yang resmi.  Ini adalah perceraian secara psikologis, yaitu pasangan yang tetap hidup bersama tetapi komunikasi di antara mereka sedikit sekali.  Hubungan suami istri hancur, de yure suami istri, de facto pernikahan mereka telah mati.  Mengapa hal ini bisa terjadi?  Penyebab bisa bermacam-macam, mulai dari suami yang memiliki WIL  alias wanita idaman lain atau istri yang menggandrungi PIL alias Pria idaman lain sampai persoalan yang seolah menjadi langganan seperti bencana alam di negeri kita yakni masalah ekonomi atau materi.
Belajar dari apa yang dituturkan oleh penulis Ibrani, paling tidak kita dapat belajar tiga hal supaya keluarga kita menjadi keluarga yang berkemenangan.



Pertama, hidup saling mengasihi dan menghormati.
Kasih adalah dasar dari keluarga, oleh sebab itu mengasihi bukan hanya tugas seorang suami tetapi juga seorang istri (Titus 2:4-5).  Perempuan diciptakan oleh Allah dengan tujuan menjadi penolong bagi laki-laki.  Jadi istri adalah “penolong” bagi suami bukan penodong atau perongrong.  Demikian pula dengan para suami harus mengasihi istri dengan tulus, jujur dan sungguh-sungguh.  Didalam menanggung beban suami istri harus saling tolong menolong (Gal 6:2).  Hidup tolong menolong adalah bukti bahwa orang itu saling mengasihi, seperti memberi tumpangan kepada yang membutuhkan dan memperhatikan orang hukuman dan orang yang diperlakukan sewenang-wenang ialah bukti dari kasih persaudaraan (Ibrani 13: 1-3)

Kedua, menjaga kekudusan keluarga. (ayat 4)
Kekudusan perkawinan sangatlah berharga dihadapan Allah sebab kekudusan perkawinan pada dasarnya mencerminkan kekudusan Allah.  Oleh sebab itu diperintahkan: “ Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah.  Suami istri harus menjaga kekudusannya sebab dengan demikian mereka diberkatin oleh Tuhan dan menjadi alat bagi kemuliaan-Nya.

Ketiga, percaya akan pemeliharaan Tuhan (ayat 5 – 6)
Tidak dapat dipungkiri bahwa kecintaan akan materi secara berlebihan telah menjadi budaya umum dalam masyarakat.  Segala sesuatu diukur berdasarkan kepemilikan atas materi.  Demikian pula dalam kehidupan keluarga, masalah ekonomi, keinginan akan materi seringkali menjadi pemicu bagi retaknya bangunan kokoh sebuah keluarga.  Oleh sebab itu diperingatkan: “ Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu.”  Pemujaan akan uang pada hakekatnya ialah pengingkaran akan Allah.  Pengingkaran bahwa Allah memiliki kesanggupan oleh kuasa-Nya untuk memelihara kehidupan kita dari sehari ke sehari. TERPUJILAH TUHAN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar