Rabu, 15 Agustus 2012

Beragama dengan Welas Asih dan Tulus Hati


Matius 5:7-8

Pdt. Rudiyanto, MTh


Agama itu berwatak ambivalen, mendua. Begitu kata para pengamat agama. Betapa tidak! Di satu sisi agama mengilhami banyak orang untuk melakukan karya-karya luhur kemanusiaan. Tentu kita tidak asing mendengar nama Mahatma Gandhi dan Bunda Theresa.

Tapi di sisi lain agama juga mendorong orang untuk melakukan percederaan terhadap kemanusiaan. Karena agama, orang memandang pihak yang berbeda keyakinan dengannya sebagai kafir – dan karena itu layak dilenyapkan dari muka bumi. Demi agama orang berperang. Demi agama orang menghadirkan terror dalam hidup sesamanya. Tak heran bila cendekiawan Lloyd Steffen mengatakan bahwa agama bisa menjadi kekuatan pro-kehidupan, tapi bisa juga menjadi kekuatan anti-kehidupan.

Lantas keberagamaan macam apakah yang semestinya dihayati para pengikut Yesus Kristus? Tuhan kita pernah meringkaskan orientasi keagamaan yang sejati: mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi, dan mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri. Dengan menegaskan itu, Tuhan kita sedang menantang kecenderungan banyak orang untuk meninggikan Allah sedemikian rupa namun pada saat yang sama mengabaikan bahkan meremehkan kemanusiaan. Dengan tepat Alm. Rama Mangunwijaya membahasakan orientasi sejati itu dengan “memuliakan Allah, mengangkat sesama – khususnya yang lemah, miskin, dan tertindas.

Dalam Matius 5.7-8, Tuhan Yesus mengemukakan jiwa yang menghidupi orientasi beragama yang sejati itu. Dia berkata-kata tentang “orang yang murah hati.” Yang dimaksud adalah orang yang welas asih, yang, pertama, mampu turut merasakan penderitaan orang lain dan karena itu berbuat sesuatu untuk menolongnya. Kedua, orang yang welas asih juga mampu mengampuni orang lain, bahkan membalas kejahatan orang lain dengan kebaikan.

Tuhan Yesus juga berkata-kata tentang “orang yang suci hatinya.” Suci hati sangat berbeda dengan sekadar suci secara lahiriah. Di tengah kegandrungan para fanatikus agama pada hal-hal lahiriah semata, Tuhan Yesus mengajak orang untuk beragama secara otentik. Asli. Itu berarti beragama dari hati. Beragama yang menyadari bahwa seseorang senantiasa berada di hadapan Allah. Beragama yang tulus, jujur. Beragama dengan motivasi dan orientasi yang benar di hadapan Allah.

Di tengah kancah kemajemukan di satu sisi dan sekularisme di sisi lain, kita diajak untuk menghayati keberagamaan kita dengan jiwa welas asih dan ketulusan hati. Terpujilah Allah! (RA_Ags12) ***