Jumat, 27 April 2012

“BERJAGA-JAGA DAN BERDOA”


Pdt. Timotius Lienardy

Mat 26:41 “Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah.”

Dalam PB khususnya konteks  “Doa Yesus di Taman Getsemani”  kata  “berjaga-jaga”  lebih berkaitan pergumulan terhadap permasalah-permasalah kehidupan sehari-hari. Dalam I Kor. 16:13 kata “berjaga-jaga” dipakai dalam kaitan hati-hati dan waspada terhadap permasalahan yang dapat melemahkan kehidupan iman (sakit, dagang kurang sukses, anak tidak naik kelas, masalah-masalah rumah tangga dll). Maka dapat kita simpulkan  “berjaga-jaga”  memiliki makna kesiapsiagaan kehidupan iman dalam menghadapi realita hidup sehari-hari dan realita hidup iman wajib dijaga sebaik-baiknya untuk kesaksian hidup itu sendiri dan untuk hormat kemuliaan Tuhan.

Kehidupan iman menghadapi 3 macam tantangan yang tidak ringan:
Pertama: Dosa.
Kej 4:7b “dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya.“   Kata   “mengintip”  mengandung arti seperti seekor kucing yang melipat ke 4 kalinya dalam kondisi duduk di tanah atau ke 4 kaki yang berlipat dan bagian bawah perut menyentuh tanah, jadi dalam kondisi istirahat. Kondisi seperti inilah adalah saat yang tepat menunggu mangsa, sambil relak, muncul langsung diterkam. Jadi kata  “mengintip”  berarti dosa menunggu di depan pintu hati kita, pintu hidup kita.
Dosa tidak jauh dari hati atau kehidupan kita. Dosa berada sangat dekat di kehidupan setiap manusia. Jadi tanpa pengawalan atau penjagaan yang kuat, dosa sangat mudah masuk. Akibatnya hidup kita penuh maksud jahat atau perbuatan yang tidak terpuji.

Kedua: Iblis.
Luk 4:13 “Sesudah Iblis mengakhiri semua pencobaan itu, ia mundur dari pada-Nya dan menunggu waktu yang baik”.
Dalam Injil dituliskan bahwa memang Iblis selalu mencari kesempatan yang baik untuk mencobai Yesus. Contoh: dalam kasus Petrus, Yesus berkata “enyahlah Iblis, engkau suatu batu sandungan bagi-Ku”. Mat 16:21-23; dalam kasus Yudas, Luk 22:3 dan Yoh 13:27 Nah, saudara dari kenyataan seperti yang dialami Yesus, kita perlu berjaga dan berdoa. Iman kita harus tetap siap siaga, tidak boleh lemah, kendor. Begitu lemah, kendor saat itu Iblis memakai pelbagai kesempatan untuk menghancurkan kita, melalui pelbagai kesempatan, kita harus hati-hati dan waspada.

Ketiga: Daging.
Mat 26:41 “…daging lemah”. Istilah “daging” - sarx memiliki arti tetapi yang dipakai Yesus lebih menunjuk kepada tubuh manusia secara jasmani (keberadaan manusia dalam hakekat fisiknya/jasmani). Kaitan kata  “daging” nampak dalam pergumulan doa Yesus yang membawa 3 murid-Nya: Petrus, Yakobus dan Yohanes ikut berdoa. Kenyataannya, mereka tertidur karena secara fisik mereka capek. Dalam kondisi sedemikian Yesus menasehatkan mereka agar bagaimanapun juga situasinya mereka harus berjaga-jaga dan berdoa, kalau tidak mereka akan masuk dalam jerat pencobaan.
Sebagai orang percaya, beraktifitas, sibuk bekerja, melayani harus tetap waspada. Keletihan, kesusahan, kesulitan sekalipun tidak boleh  “menidurkan”  iman rohani kita.
Kondisi apapun kita harus berdoa dan berjaga-jaga supaya jangan jatuh dalam pencobaan.


     

Rabu, 18 April 2012

SEBAB DIA HIDUP, HIDUPLAH DALAM TUHAN (YOH 14:15-20)



Pdt. DR. Yusak B. Setyawan (S.Th,S.Si,MATS,Ph.D)
GKMI Kenari, Kudus, 22 April 2012

“…Aku tidak akan meninggalkan kamu sebagai yatim piatu. Aku datang kembali kepadamu. Tinggal sesaat lagi dan dunia tidak akan melihat Aku lagi, tetapi kamu melihat Aku, sebab Aku hidup dan kamupun akan hidup…” (Yohanes 14: 18-19).

Dari masa yang sangat awal, kebangkitan Tuhan tidak dilambangkan dengan telur yang berisi, melainkan dengan kubur yang kosong. Hal yang paling dasariah adalah bahwa kebangkitan adalah kehidupan. Yesus yang bangkit adalah Yesus yang hidup. Dalam ayat 19, Yesus sendiri berkata: “…sebab Aku hidup dan kamupun akan hidup.” Dari Bahasa aslinya, kalimat ini berbunyi, “sebab Aku terus menerus hidup, maka kamupun akan hidup.” Dalam Injil Yohanes, hidup berarti ada dalam kebersamaan secara terus menerus dengan Allah Bapa. Hidup berarti terus menerus ada dalam hadirat Tuhan. Oleh sebab itu, Yesus terus menerus hidup karena “Aku di dalam Bapaku” (ayat 20). Ini yang disebut hidup sejati, yakni hidup dalam arti yang paling dalam.

Karena Tuhan Allah adalah sumber hidup, maka di dalam Tuhan maut tidak berkuasa. Jadi ketika Yesus berada bersama dengan Allah Bapa, sekalipun Yesus menderita, disalibkan, bahkan mati dan dikuburkan, Yesus tetap hidup, yakni hidup dalam lingkup kehadiran Tuhan, karena kematian tak dapat memisahkan persekutuan dalam Tuhan. Yesus mati dengan terpisahnya roh dari tubuh, tetapi Yesus tetap hidup, karena walauapun ia mati di atas kayu salib, ia mati dalam lingkup kehadiran Tuhan. Kebersatuannya Yesus dengan Allah Bapa menjadikan Yesus sampai pada tingkat hidup sejati, hidup abadi, hidup kekal.

Yesus yang hidup berimplikasi pada kehidupan murid-muridnya. Murid-muridNyapun akan mengalami kehidupan. Sepanjang murid-murid ada terus bersama Yesus, dengan melakukan perintah Yesus, mereka akan tetap hidup juga. Sepanjang murid-muridNya setia dalam mengikut Tuhan, maka kehidupan akan diberikan oleh Tuhan. Menyatunya murid-murid dengan Yesus digambarkan dengan menempelnya cabang-cabang pada pokok anggur yang nantinya menghasilkan buah-buah kehidupan. Di lain pihak, Yesus tidak akan pernah meninggalkan murid-muridNya.

Tanda yang paling penting bahwa Yesus tak pernah meninggalkan mereka adalah Yesus meminta Bapa untuk mengirimkan Roh penghibur. Roh penghibur, atau Roh pembela itu akan ada bersama-sama murid-murid Yesus. Teks mengatakan bahwa Roh penghibur itu akan ada di di antara kamu, sebagai suatu persekutuan. Jadi kehadiran Roh penghibur yang menguatkan akan nampak dalam wujud yang paling jelas ketika orang-orang Kristen ada dalam persekutuan yang kokoh, persekutuan yang solid dan yang tidak terpecah-pecah.

Ajaran Kitab Suci menegaskan bahwa panggilan untuk hidup dalam Tuhan adalah agar kita dapat hidup menghadapi berbagai persoalan hidup. Hidup adalah pilihan, maka pilihlah untuk hidup, hiduplah dalam Tuhan, karena Tuhanlah sumber kehidupan kekal. Gereja yang hidup adalah gereja yang memilih hidup, hidup di dalam Tuhan. Amin.

Minggu, 15 April 2012

SEMUANYA HARUS DIAWALI DENGAN ALLAH





1. KESADARAN AKAN ALLAH SEBAGAI SANG PENCIPTA DAN SANG SUMBER KEHIDUPAN
Semuanya harus dimulai dari Allah dan untuk Allah. Firman Tuhan menegaskan: “karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.” (Kolose 1:16). Allah tidak berkenan kepada segala sesuatu yang dimulai dari kekuatan diri sendiri. Di luar Allah kita tidak dapat berbuat apa-apa (Yohanes 15:6), dan Firman Tuhan mengatakan “terkutuklah orang yang mengandalkan kekuatan dirinya sendiri” (Yeremia 17:5-6). Jadi hidup harus dipersembahkan dan dikembalikan kepada Sang Pencipta. Di luar Allah, kita tidak menemukan tujuan dan makna hidup kita yang sebenarnya. Segala sesuatu yang berasal dari dunia ini dan manusia hanya bersifat fana dan segera musnah.
2. TERUS-MENERUS TINGGAL DI DALAM ALIRAN KEHIDUPAN ALLAH
Allah bukan hanya Sang Pencipta tetapi juga Sang Sumber Kehidupan. Hanya di dalam Allah saja terdapat kehidupan. Jika kita menginginkan kehidupan dan pertumbuhan kita harus terus-menerus tinggal dan hidup dalam pimpinan Tuhan (Yohanes 15:1-8) melalui cara hidup yang percaya dan taat (Amsal 3:5-6), persembahan diri (Roma 12:1), dan tidak lagi hidup dalam cara hidup yang duniawi (1 Yohanes 2:15-17). Allah menginginkan agar kita ‘mati’ terlebih dahulu dengan ke-“aku”-an kita (Yohanes 12:24), sehingga kita baru dapat dituntun ke dalam aliran hayat/kehidupan Allah yang melimpah dan berbuah.
3. MENGHIDUPKAN CAHAYA DAN ENERGI ALLAH DI DALAM DIRI KITA
Jika kita tinggal dan hidup di dalam Allah kita akan mengalami pertumbuhan, kehidupan, berkat dan kelimpahan yang berbuah-buah. Firman Tuhan berkata: “Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN!  Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah.” (Yeremia 17:5-8). Maka jika kita sungguh-sungguh tinggal dan hidup di dalam aliran kehidupan Allah kita akan dapat senantiasa bertumbuh dalam kasih, sukacita, dan kedamaian. Bahkan kehidupan akan menjadi lebih kreatif, inspiratif dan produktif.
4. PANDANGLAH SELALU DENGAN VISI YANG BARU
Di dalam kehidupan Allah kita dapat menemukan visi/penglihatan yang baru atas segala tantangan dalam semua bidang kehidupan kita. Nabi Yesaya mengajarkan dan mengundang kita untuk melihat perbuatan Tuhan: “Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru, yang sekarang sudah tumbuh, belumkah kamu mengetahuinya? Ya, Aku hendak membuat jalan di padang gurun dan sungai-sungai di padang belantara.” (Yesaya 43:19)
5. PEMELIHARAAN ALLAH YANG SEMPURNA BAGI ANDA
Di dalam Allah ada pemeliharaan (providentia) yang maha sempurna bagi Anda. (Yesaya 43:1-2). Sebagai orang yang percaya di dalam Kristus, kita tidak perlu menjadi kuatir dan takut akan semua berita yang mengejutkan karena rancangan Allah itu baik bagi kita dan hidup kita tertulis dalam telapak tangan TUHAN (Yesaya 49:16). Tuhan Menyertai dan Memberkati Saudara. AMIN.


Oleh: Pdm. Andrias Wijaya

Perdamaian, Buah Latihan Rohani. Ibrani 12:1-14.



Tepat pada hari ini diadakan Hari Doa Untuk Anak-anak Sedunia. Sekjen Religions For Peace International  minta agar kita melibatkan diri dalam gerakan “Hentikan kekerasan Terhadap Anak-anak!”
Sesungguhnya ada latihan yang lebih awal dan mendasar! Sebagai suami-isteri, kita harus berlatih untuk mengupayakan hidup berkeluarga secara damai! Apabila kita sendiri bersedia belajar secara berdisiplin – dimulai dari yang sederhana untuk selanjutnya kita tingkatkan - sehingga hidup kita diwarnai oleh suasana dapat saling menerima, menghargai dan menghormati, maka anak-anak kita akan lebih mudah belajar dari kita sendiri!
Ketika kehidupan bermasyarakat kita menjadi semakin carut-marut,  tidak sedikit orang yang mencari-cari bagaimana kita dapat hidup berdampingan dalam berbagai macam kemaje-mukan tetapi kedamaian itu dapat dialami, pasti banyak orang akan senang menirunya.
Hidup memang susah, sudah dari awal. Ketika Kain dan Habel sedang mempersembahkan korban syukur pun sudah membuahkan iri hati, cemburu dan berakhir dengan pembunuhan di antara saudara kandung sendiri! Kini wajah agama malah semakin kehilangan pamor! Hidup bergereja pun seringkali diwarnai oleh berbagai macam intrik, kecurigaan dan perpe-cahan.
Kita harus hidup sedemikian rupa, yang berbeda dari banyak orang yang berada di sekeliling kita. Dunia sedang mencari apakah kita hidup siap “menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita dalam perlombaan yang diwajibkan bagi kita semua”. Untuk itu kita dituntut agar kita melakukannya dengan tekun, setia, mengabaikan kehinaan. Cara yang terbaik adalah senantiasa melihat Yesus sebagai Guru dan Teladan kita. (cf.5:7,8).
Kata kunci yakni mendisiplin diri kita sendiri. Jelas tidak mudah dan ada harga yang harus kita bayar! Karenanya kita tidak boleh berjuang sendiri-sendiri. Kita diminta untuk saling menolong (ayat 12,13). Kita diminta untuk terus berlatih mengupayakan hidup damai dengan semua orang. Istilah yang dipakai: mengejar kekudusan. Alkitab mengajar hidup yang kudus itu bukan hidup yang begitu sempurna sehingga tidak ada lagi dosa atau kegagalan tetapi menyadari bahwa Tuhan menghendaki kita agar kita hidup sesuai dengan rencana dan kehendak-Nya. Sayangnya, masih banyak dari kita yang ditinjau dari segi waktu, kita masih seperti anak-anak, yang maunya hidup dengan enak, menu kita pun hanya yang lunak dan manis atau gurih. (CC).
Doa: Ya Bapa, ampuni saya karena saya begitu malas untuk berdisiplin diri sehingga saya lebih mudah hanyut mengikuti arus dan tidak mau melawannya. Jadikan saya alat perdamaian-Mu. Amin.

Nama Allah ( Yes. 9: 5-6)





Dapatkah anda bayangkan dua orang yang sungguh-sungguh  saling mengenal dan mengasihi satu sama lain tanpa mengetahui namanya masing-masing?. Entah bagaimana , nama kita sangat berkaitan erat dengan kepribadian kita, sehingga hanya mereka yang mengetahui nama kita benar-benar  dapat mengasihi dan memahami diri kita.
Hal ini berlaku juga dalam hubungan kita dengan Allah. Sayang banyak orang Kristen yang tidak mau mengambil waktu untuk memahami dan mengasihi Allah dengan cara  lebih mengenal berbagai  Nama Allah yang dinyatakan dalam Alkitab. Dalam renungan ini dan ayat Firman Tuhan ini kita mau berjuang memulai  pengenalan kita terhadap Nama2-Nama  Allah kita, supaya karenanya kita makin belajar mengakuinya dan mengasihiNya.
Asebelum masuk ke ayat itu, saya mau menyederhanakan pemahaman kita terhadap Nama Nama  Tuhan sebagai berikut. Ada  relasi  jejaka yang saling jatuh cinta  Kartono dan Kartini. Ketika mereka berpacaran mereka tidak lagi menyebut nama tetapi kekasih. Setelah nikah berubah menjadi suami dan istri, setelah punya anak mereka disapa Bapak dan ibu apalagi kalau sudah punya cucu mereka berubah engkong dan emak dst.Belum lagi kalau dikaitkan dengan tugas yang disandangnya. Guru, Pendeta, Kepala Desa,Ketua Majelis. , Sekretaris, Bendahara, Komisi Wanita, Direktur, dst.
 Lebih dari itu  tantang Nama Allah yang mempunya dimensi tanpa batas. Pasti Dia mengkondisikan untuk mempunya begitu banyak Nama sehubungan dengan sifat dan hakekat yang sedang dihadapi.
Memang ada 3 Nama utama yang digambarkan dalam Perjanjian Lama(  yaitu: Elohim(Alah), YHWH/Yahweh(TUHAN), Adonai (Tuhan/Tuan( ) dan masih ada 80 Nama gabungan yang lain.
Sehubungan dengan persiapan Natal  kita belajar Nama2Nya sebagaimana tertulis dalam Yesys 9: 5 – 6) : Penasehat Ajaib , Allah Perkasa, Bapa yang kekal dan Raja Damai. Padahal yang dimaksud disitu adalah hadirnya seorang anak keturunan Daud yang bernama Tuhan Yesus Kristus. Sebelum nama aslinya terungkap makna kehadiranNya sudah dinyatakan begitu luas, penuh kasih dan meberi kepastian pengharpan. Di dalam namanya semua yang paling dibutuhkan manusia, apa yang paling membahagiakan manusia, dan kepada siapa manuisa harus menempatkan diri.
Tuhan memberkati. Amin


GKMI Kenari , Minggu: 27 /11/2011

“Gereja menghadirkan Damai Sejahtera” (Amos 5 : 21-27)




Ada pepatah Belanda yang menarik :”Jika gereja terbuat dari kayu, hati orang Kristen-nya terbuat dari emas, tetapi..... jika gereja terbuat dari emas, hati orang Kristen-nya terbuat dari kayu”! Wow!!!! Pepatah ini ingin mengingatkan agar umat beriman senantiasa menjaga kualitas hatinya, dengan cara menyadari daya cobaan yang  bisa jadi dihadirkan oleh dan melalui kemajuan lahiriah gereja secara fisik. Tentu kita perlu terus membenahi gereja kita, namun pembenahan dimensi fisik dan organisatoris gereja (bangunan, tata gereja, aturan, kesepakatan, program-program, sarana-prasarana) tidak boleh meninabobokkan kualitas hati orang!

Amos yang hidup di abad 8 BCE adalah seorang nabi dengan latar belakang awam (ia pemetik buah ara hutan, domisili aslinya di Selatan, namun TUHAN memanggilnya bernubuat di wilayah Utara). Kritiknya amat tajam. Terutama menyangkut kehidupan ibadah dan sosial dari umat. Ia memperingatkan umat untuk bertobat agar tidak dihukum. Namun agaknya umat memang bebal, tahunn 722 BCE Asyur akhirnya membumihanguskan Israel Utara (Nubuatan Amos tergenapi : 5 : 14-17).

Sebetulnya kehancuran ini bisa dihindari jika umat mau mendengarkan kritikan pedas nabi. Yang ia kritik adalah : Dikotomi ritus agama dan kesaksian hidup. Ibadah Israel memang rapi, teratur dan padat. Indah, sistematis dan rutin......namun kata nabi TUHAN ”membenci, TUHAN menghina perayaan ibadah....TUHAN tak senang dengan perkumpulan raya mereka....segala macam jenis korban : minhah, olah, syelamim, tefunah dll.......TUHAN tidak suka! Juga lagu-lagu pujian tidak mau TUHAN dengarkan.
Ingat permasalahan bukan pada TUHAN anti pujian, anti persembahan. Bukan!!! Namun jika ritual dilakukan terpisah dari kesaksian hidup di luar ibadah, maka ritual itu tak berguna! Ritus di tempat ibadah dan kehidupan di dunia mesti menjadi satu bagian yang integral. Amos menunjukkan kehendak TUHAN : ”Biarlah keadilan (misypat) bergulung-gulung seperti air dan kebenaran (tsedaqa) seperti sungai yang selalu mengalir”
Dengan kata lain : Biarlah keadilan dan kebenaran itu selalu ada dan berlimpah dalam hidupmu!!!! Itu yang dikehendaki TUHAN. Ritus oke, namun jangan membuat keokean ritus menjadi alasan pembenar ketiadaan kebenaran dan keadilan.
Terbalik! Ritus yang benar ada di tengah-tengah kehidupan kita ini. : Ibadah adalah Abodah! Ibadah (rohani) adalah (Kerja). Di semua sisi kehidupan kita melayani TUHAN dan sesama. Jangan dikotak-kotakkan. Jangan berteologi Ampibi!!!! Damai sejahtera (syalom) adalah realitas yang dibangun di atas dua kaki : Kebenaran dan Keadilan (Yesaya 32 : 16-17). Gereja baru bisa sungguh membawa shalom jika kita membawa keadilan dan kebenaran itu di dalam ritus kehidupan kita setiap hari, di rumah, di pekerjaan, di masyarakat, di dunia ini.

DKL

KELUARGAKU BAGI YESUS IBRANI 13 1-6




Berpuluh-puluh kali dalam sehari, hakim mengetukkan palunya di meja hijau dan mengucapkan kata-kata yang menyedihkan: “ permohonan untuk perceraian diluluskan.”  Pernikahan yang dimulai dengan kesukaan itu telah diakhiri dengan kekcewaan.  Apa yang mula-mula nampaknya gemerlap di mata pasangan-pasangan itu, sekarang berubah menjadi kesuraman.  Sesuatu yang dimulai dengan kegembiraan dan harapan, telah diakhiri dengan kepahitan dan permusuhan.
Ada tragedi lain yang tidak begitu digembor-gemborkan, tetapi sama menyedihkan seperti perceraian yang resmi.  Ini adalah perceraian secara psikologis, yaitu pasangan yang tetap hidup bersama tetapi komunikasi di antara mereka sedikit sekali.  Hubungan suami istri hancur, de yure suami istri, de facto pernikahan mereka telah mati.  Mengapa hal ini bisa terjadi?  Penyebab bisa bermacam-macam, mulai dari suami yang memiliki WIL  alias wanita idaman lain atau istri yang menggandrungi PIL alias Pria idaman lain sampai persoalan yang seolah menjadi langganan seperti bencana alam di negeri kita yakni masalah ekonomi atau materi.
Belajar dari apa yang dituturkan oleh penulis Ibrani, paling tidak kita dapat belajar tiga hal supaya keluarga kita menjadi keluarga yang berkemenangan.



Pertama, hidup saling mengasihi dan menghormati.
Kasih adalah dasar dari keluarga, oleh sebab itu mengasihi bukan hanya tugas seorang suami tetapi juga seorang istri (Titus 2:4-5).  Perempuan diciptakan oleh Allah dengan tujuan menjadi penolong bagi laki-laki.  Jadi istri adalah “penolong” bagi suami bukan penodong atau perongrong.  Demikian pula dengan para suami harus mengasihi istri dengan tulus, jujur dan sungguh-sungguh.  Didalam menanggung beban suami istri harus saling tolong menolong (Gal 6:2).  Hidup tolong menolong adalah bukti bahwa orang itu saling mengasihi, seperti memberi tumpangan kepada yang membutuhkan dan memperhatikan orang hukuman dan orang yang diperlakukan sewenang-wenang ialah bukti dari kasih persaudaraan (Ibrani 13: 1-3)

Kedua, menjaga kekudusan keluarga. (ayat 4)
Kekudusan perkawinan sangatlah berharga dihadapan Allah sebab kekudusan perkawinan pada dasarnya mencerminkan kekudusan Allah.  Oleh sebab itu diperintahkan: “ Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah.  Suami istri harus menjaga kekudusannya sebab dengan demikian mereka diberkatin oleh Tuhan dan menjadi alat bagi kemuliaan-Nya.

Ketiga, percaya akan pemeliharaan Tuhan (ayat 5 – 6)
Tidak dapat dipungkiri bahwa kecintaan akan materi secara berlebihan telah menjadi budaya umum dalam masyarakat.  Segala sesuatu diukur berdasarkan kepemilikan atas materi.  Demikian pula dalam kehidupan keluarga, masalah ekonomi, keinginan akan materi seringkali menjadi pemicu bagi retaknya bangunan kokoh sebuah keluarga.  Oleh sebab itu diperingatkan: “ Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu.”  Pemujaan akan uang pada hakekatnya ialah pengingkaran akan Allah.  Pengingkaran bahwa Allah memiliki kesanggupan oleh kuasa-Nya untuk memelihara kehidupan kita dari sehari ke sehari. TERPUJILAH TUHAN.

MEMELIHARA HIDUP CIPTAAN TUHAN Kejadian 6 : 5 – 13




Perikop kita hari ini menarik sekali karena dibuka dengan kalimat, “Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya.  Berfirmanlah TUHAN: "Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi … sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka" (ay. 5-7).  Bahkan dalam ay. 11-12 lebih lanjut dikatakan, “Adapun bumi itu telah rusak di hadapan Allah dan penuh dengan kekerasan. Allah menilik bumi itu dan sungguhlah rusak benar, sebab semua manusia menjalankan hidup yang rusak di bumi.”  Keterangan ini berbeda sekali dari apa yang dikatakan dalam Kej. 1 pada saat Allah menciptakan dunia di mana dikatakan, “Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik” (1:31).  Kalau dulu ketika diciptakan semuanya baik adanya, kini semuanya rusak dan penuh dengan kekerasan serta kejahatan sampai Allah sendiri ingin menghapuskan semua manusia dari muka bumi.
Apa yang menyebabkan Allah merasa sakit hati hingga ingin menghapus semua manusia dari muka bumi?  Jika kita menilik kisah-kisah di sepanjang pasal 1-11, maka kita bisa melihat bahwa persoalan utama manusia adalah karena manusia terus menerus menolak perintah Allah dan ingin menjadi seperti Allah sendiri.  Sejak Adam dan Hawa, hingga Kain dan Lamekh, perilaku manusia senantiasa diwarnai sikap semacam ini.  Inilah yang menyakitkan hati Allah.
Untunglah di tengah-tengah situasi yang suram semacam itu Alkitab juga mencatat, “Tetapi Nuh mendapat kasih karunia di mata TUHAN” (6:8).  Apa yang membuat Nuh berbeda dari manusia-manusia yang lain hingga ia mendapat kasih karunia Tuhan?  Dalam ay. 9 dikatakan karena Nuh adalah “seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya.”  Dalam bahasa aslinya istilah yang dipakai di sini menunjukkan bahwa Nuh adalah seorang yang adil, dalam pengertian mempunyai hubungan yang benar dan baik dengan orang-orang di sekitarnya.  Inilah rupanya yang membuat ia mendapat kasih karunia Tuhan.  Dibandingkan dengan orang-orang sejamannya yang berusaha untuk menjadi seperti Allah, dan malah kemudian menguasai dan menindas serta melakukan kekerasan pada orang-orang lain, Nuh sebaliknya justru mempunyai hubungan yang benar dan baik dengan orang-orang di sekitarnya.  Dan nanti dalam perikop lanjutan maka kita juga bisa melihat bagaimana hubungan yang benar dan baik itu diberlakukan oleh Nuh bukan hanya kepada manusia saja, tetapi juga kepada segenap makhluk hidup lainnya.
Inilah teladan yang seharusnya kita ikuti.  Bukan mengganggap diri kita sendiri sebagai Allah, dan kemudian kita berusaha menguasai serta menindas orang-orang lain dan bahkan juga alam lingkungan di sekitar kita, tapi justru menciptakan hubungan yang benar dan baik dengan semua makhluk di sekitar kita.  Sikap semacam inilah yang akan membuat kita juga akan menerima kasih karunia Allah sama seperti Nuh, dan memampukan kita memelihara hidup ciptaan Tuhan.

Pdt. Dr. Paulus Sugeng Widjaja

HEDONIS KRISTEN



Kata “hedonis” sering kita dengar untuk menggambarkan sesuatu yang negatif. Hedonisme sendiri merupakan suatu paham yang mengagungkan kesenangan sebagai tujuan akhir hidup manusia. Orang yang memegang paham ini akan melakukan segala sesuatu demi mendapatkan kesenangan bagi hidupnya pribadi. Hedonisme berkata bahwa kesenangan atau kenikmatan tertinggi selalu berorientasi pada kepentingan pribadi. “Aku” menjadi pusat hidup hedonism, tanpa mau melihat kepentingan orang lain, apalagi Tuhan. Dengan demikian hedonisme akan menghasikan orang-orang yang akan melegalkan cara apapun- termasuk perbuatan dan pikiran dosa-, untuk menghasilkan kesenangan dan kenikmatan hidup pribadi. Tentu saja, paham ini sangat bertentangan dengan Alkitab.
Namun, bagaimana dengan Hedonis Kristen?  John Piper memberikan sebuah kesimpulan yang dapat membantu kita untuk memahami Hedonis Kristen. Hedonisme Kristen berkata bahwa bukan kita – manusia- yang menjadi pusat hidup dan kesenangan, melainkan Allah. Dalam segala sesuatu Allah harus dimuliakan dan kita menikmati kebahagiaan di dalam Dia. Hal ini setara dengan apa yang tertulis pada Katekismus Wesminster bahwa tujuan manusia diciptakan adalah untuk memuliakan Allah dan menikmati Dia selamanya.
Jika demikian, bagaimanakah ciri seorang hedonis Kristen?
1. Hidup dalam persekutuan yang indah bersama Tuhan
Persekutuan bersama Allah adalah kunci dan landasan dalam hedonis Kristen. Setelah seseorang bertobat, ia dipanggil untuk menikmati dan memiliki hubungan yang dekat dengan Allah. Persekutuan ini adalah sumber kekuatan supaya kita tidak lari pada paham hidup yang salah. Persekutuan akan menghasilkan karakter Kristen yang sesungguhnya.
2. Menunjukkan karakter Kristiani dalam hidup sehari-hari
Alkitab dengan jelas mencatatkan bahwa setiap orang Kristen harus menjadi seperti apa yang Allah inginkan, yaitu berbeda dengan dunia ini. Alkitab mengingatkan pada kita bahwa setiap orang Kristen adalah surat terbuka (2 Korintus 3:2) yang dapat dibaca oleh semua orang. Karena itu haruslah kita hidup sebagai anak-anak terang (Efesus 5:8-9). Untuk itu setiap orang Kristen harus dapat berfungsi secara tepat, yaitu menjadi  garam dan terang dunia (Matius 5:13-16), dan teladan bagi orang lain (1 timotius 4:12).
Menjadi hedonis Kristen adalah suatu kehormatan serta panggilan yang Allah berikan. Karena setiap orang Kristen dipanggil untuk hidup berbeda dengan dunia. Mari kita menikmati Dia setiap hari dan hidup kita penuh dengan kemenangan Kristus. Amin.

KARIRKU UNTUK YESUS Bacaan: Yoh 1:9 Ef 4:11-12



“Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia”.
Dalam tayangan film atau drama 1 jam bisa jadi persiapannya sampai berbulan-bulan. Latihan seberat itu diperlukan sebab memainkan sebuah peran bukanlah mudah. Kalau ia berperan sebagai raja maka dia harus menguasai  karakter seorang raja. Demikian pula sebagai perdana menteri, atau hamba.
Dalam kehidupan sehari-hari kita juga memiliki peran. Sebagai seorang ayah, ibu, anak, warga masyarakat, bahkan peran dalam profesi dalam karir di dunia kerja.  Sebagai direktur, Manajer, staf administrasi, staf keuangan, karyawan,pedagang, montir dll.  Disamping semua itu kita diingatkan bahwa kita juga masing-masing sebagai orang percaya  memiliki peran khusus sebagai anak-anak Tuhan. Sehingga karir yang kita miliki adalah karir plus yang tentunya membuat kita  dituntut beda dengan yang lain. Dokter kristen, Direktur kristen, akunting kristen, manajer kristen dan karyawan kristen. Meskipun label itu tidak tertera dalam kasat mata. Kepercayaan kita pada Yesus mengandung konsekuensi logis  dan rohani  dalam kesaksian hidup kita secara nyata dalam setiap karir yang kita hidupi.
Jika kita membaca surat Efesus 4:11-12 Tuhan melengkapi orang-orang kudus (umat percaya)dalam pekerjaan pelayanannya.  Kata melengkapi atau katartismon berarti  memampukan, meningkatkan, menyempurnakan. Berlaku pada setiap sendi pelayanan dalam hidup ini. Seringkali hanya dipersempit  dalam pelayanan digereja dan dipisahkan dengan pelayanan melalui profesi, karir hidup kita sehari-hari.  Jadi sebagai pemimpin rohani, hamba Tuhan diberi tugas oleh Tuhan untuk melengkapi anak-anaknya memiliki karakter Yesus dalam menjalani karirnya dengan demikian setiap anak-anaknya akan menjadi terang di dunia ini. Gereja adalah tempat untuk berlatih dalam membangun karakter Yesus dalam karir hidup kita.
Dalam peringatan kelahiran Yesus yang adalah Terang yang telah datang itu kiranya juga menerangi seluruh aspek kehidupan kita termasuk karir hidup kita. Selamat Natal dan selamat bekerja. Tuhan Yesus memberkati. Amin

Pdt. Paulus Hartono, M.Min.

Hidupku Bagi Yesus Yesaya 35:1-10



 Minggu ini kita memasuki minggu Adven ke III, yang dikenal sebagai Adven Natalis, masa penantian akan hadirnya penyelamatan Allah melalui kelahiran Sang Juru Selamat. Sebelum kita berbicara mengenai kalahiran bayi Yesus Sang Jurus Selamat, baiklah kita memahami terlebih dahulu konteks pengharapan umat Israel akan tindakan penyelamatan Allah. Bagi bangsa Isrel, penyelamatan dari Allah atas umatNya terwujud dalam dua pengharapan yang sangat jelas. Pertama, adanya restorasi total bagi umat dan bangsa yang telah berdosa. Bangsa Israel akan dibersihkan, dan sisa sisa yang bertobat akan dikembalikan menjadi cikal bakal bagi pembentukan umat yang baru (Yes 10:21-22). Kedua, Dari sisa sisa umat yang terkumpulkan ini, Allah menumbuhkan pengharapan akan hadirnya Sang Raja Damai. Hadirnya Sang Raja Damai ini tidak dengan kekuatan bala tentara dan peperangan sebagaimana gambaran pengharapan umumnya bagi orang orang tertindas, namun dalam gambaran yang lembut dan rentan. Ia digambarkan sebagai tunas yang tumbuh di tanah yang kering (Yes 53:2). Tunas kecil kudus, yang muncul dari tunggul pohon2 besar (pohon jawi jawi dan pohon beringin) yang tertebang (Yes 6:13). Tunas yang akan menjadi kepermaian dan kemuliaan, kehormatan dan kebanggaan bagi orang orang yang terluput (Yes 4:2), yang keluar dari tunggul Isai (Yes 11:1).
Kontrakdiksi akan penghancuran dan penyelamatan Allah ini, menarik untuk kita renungkan. Ini menjadi simbol penciptaan ulang Allah akan umat manusia dan kehidupan secara umum. Di tengah situasi yang kacau balau (chaos) Allah bertindak untuk mencipta ulang. Seolah kisah Kejadian 1:11 terulang lagi.  Berfirmanlah Allah: "Hendaklah tanah menumbuhkan tunas-tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon buah-buahan yang menghasilkan buah yang berbiji, supaya ada tumbuh-tumbuhan di bumi." Penciptaan Allah dimulai dengan penataan dan pertumbuhan melalui tunas yang baru.
Di sinilah iman penantian (adventus) Natal, kita coba letakkan. Menantikan kedatangan hari Tuhan yang menyelamatkan, dimulai dari tumbuhnya kekudusan hidup bagi Allah. Menyambut Natal diperlukan  sikap hati dan sikap hidup yang tulus dan kudus. Jika kita membaca Yesaya 35:1-10, dan berkaca dari Firman Tuhan tersebut, maka kita bisa belajar menegakkan pengharapan (kudus) kita sbb: Pertama, tetaplah optimis dan bergirang dalam pengharapan kepada pembebasan dan penyelamat Allah. Jangan mudah tawar hati jika melihat kebenaran seolah kalah dengan kejahatan, kekudusan tertelan oleh kezaliman. Iman akan senantiasa tumbuh bagai tunas di tanah yang gersang. Kedua, nantikan waktu Tuhan. Pemulihan dan pertolongan Tuhan pasti akan dinyatakan sesuai dengan waktu dan rencanaNya.  Tuhan akan mencelikan mata dan membuka telinga. Tanah gersang akan diubahkan menjadi lahan bersumber mata air. Ketiga, Natal adalah merupakan  jalan kekudusan Allah, jalan yang dinyatakan lewat anakNya yang tunggal. Agar melalui jalan tersebut kita bisa memperoleh kebenaran dan kehidupan
Dengan ketiga sikap hidup tersebut, maka kita sekarang siap untuk menyambut hadirnya Sang Raja Damai dengan sikap hidup yang prima, optima dan ultima.

Pdt. Timotius Adhi Dharma, M.Si

Ketamakan Yang Membutakan Rohani (Lukas 12:13-21)




Tujuan
Jemaat yang hadir diharapkan melalui khotbah ini mengetahhui akibat dari ketamakan itu dan jemaat diharapkan bahwa  ketamakan, materi dan harta bukan segala-galanya, tetapi sadar bahwa harta di dunia tidak akan menjamin kehidupan kita.

Pendahuluan,
Syaloomï¾…!saudara-saudari yang terkasih dipagi hari ini kita bersyukur bahwa kasih dan anugrah Allah telah memimpin kita untuk bersekutu di tempat ini. Mari saudara-suadari dalam Kristus, kita membuka alkitab kita yang terambil dalam Injil Lukas 12:13-21, demikian Firman Tuhan: Seorang dari orang banyak itu (yaitu dari kerumunan orang-orang yang sedang mendengarkan pengajaran Tuhan Yesus) berkata kepada Yesus: "Guru, katakanlah kepada saudaraku supaya ia berbagi warisan dengan aku." Tetapi Yesus berkata kepadanya: "Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu?" Kata-Nya lagi kepada mereka: "Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan (yaitu ketamakan atas harta benda), sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." Kemudian Ia mengatakan kepada mereka suatu perumpamaan, kata-Nya: "Ada seorang kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya. Ia bertanya dalam hatinya: Apakah yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat menyimpan hasil tanahku. Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku. Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah! Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan, untuk siapakah itu nanti? Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah."
Pendahuluan I,
Saudara-saudari dalam Kristus, ada sebuah lagu anak sekolah minggu yang syairnya seperti begini: apa yang dicari orang: uang, malam, pagi, petang: uang,uang, uang,uangï¾….suadara lagu ini menunjukkan kepada kita bahwa manusia itu selalu tidak lepas dengan masalah uang. Uang adalah yang terutama dalam kehidupan manusia itulah yang dikatakan syair ini. Begitu pentingnya uang dalam kehidupan manusia. Ada beberapa orang yang mengatakan bahwa uang adalah segala-galanya bagiku, karena melalui uang saya bisa memperoleh apa yang saya inginkan. Kalau kita melihat kembali keabad 17, Saya teringat dimasa abad munculnya gerakan humanisme . Gerakan ini muncul dengan semboyan bahwa manusia akan menjadi central dalam segala hal, ia yang akan menentukan masa depan, dan dalam gerakan ini muncul suatu pandangan yang mengatakan bahwa kita akan memanusiakan manusia. Namun suadara/i dibalik ini mengapa muncul gerakan ini karena dalam diri manusia tersebut lebih besar kepentingan sendiri. Humanisme lebih mengutamakan diri sendiri, dengan semangat  mencapai suatu hedonisme dan materialisme yang memberi jaminan dalam hidupnya, gerakan ini mengatakan bahwa manusia akan menjadi Tuhan dalam dirinya . Namun gerakan ini mengalami kegagalan, dia tidak bisa lepas dari ketamakan tersebut, saudara manusia tidak bisa memberi jaminan kepada sesamanya, gerakan humanisme mengalami kegagalan karena ia telah melupakan Sang pemberi hidup yang sebenarnya, demikian yang dikatakan Yesus bahwa ketamakan atau milik, harta benda, uang tidak memberi jaminan kepada hidup kita.
Pendahuluan II
Saudara/i dalam Kristus, dalam Injil Lukas ini, Yesus mengingatkan kepada kita melalui perumpamaan ini dimana kita sebagai orang yang percaya memiliki kepekaan  dalam kita menjalani hidup ini. Dalam perikop ini Tuhan Yesus Tidak menjadi seorang Rabi atau sebagai pengacara buat anak muda ini, tetapi Yesus menggali sampai kepada dasar perkara dengan memberikan suatu peringatan keras terhadap ketamakan , Yesus memperingatkan orang tersebut dan juga kepada kerumunan orang banyak akan bahaya ketamakan . Keinginan untuk mendapat lebih daripada yang sudah ada adalah merupakan keserakahan .
Proposisi,
Saudara ketamakan atau keserakahan, keinginan untuk mendapat lebih daripada yang sudah ada akan membutakan rohani kita.
Kalimat tanya,
Apa akibat dari ketamakan dan keserakahan dalam diri manusia?
Pembahasan

1. Ketamakan membuat kita hidup tak puas (ayat 16-18)
Penjelasan:
Saudara/i dalam Kristus, Yesus memberikan suatu dasar dari akibat keserakahan. Dalam perumpamannya ia menunjukkan bagaimana orang kaya ini setelah dia memiliki atau mendapatkan hasil perkebunan yang berlimpah-limpah. Kalau kita lihat dari ayat ke 16-18, Yesus menjelaskan bagaimana orang kaya tersebut setelah terpenuhi segala keinginannya, melihat bahwa hasil dari semua itu hanya karena kekuatannya sendiri, tanpa campur tangan Tuhan.  Orang kaya ini tidak merasa terpuaskan apa yang sudah ada. Orang kaya ini memikirkan lagi bagaimana ia lebih mendapatkan kepuasan dan kesenangan terhadap dirinya . ia menciptakan tempat untuk menyimpan harta miliknya, tetapi suadara yang terkasih orang kaya ini telah terbutakan mata rohaninya, ia tidak sadar akan Firman Tuhan dalam Matius 6:19 bahwa Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Ia tidak melihat apa yang dikatakan Tuhan Yesus dalam Matius 6: 20 yang mengatakan  tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.
Tetapi orang kaya ini, ia lebih menonjolkan dirinya (I=aku dan my= milikku) , dengan kekuatannya ia mencoba menciptakan yang merasa ia aman dan sejahtera. Namun kisah orang kaya ini, ia telah terlupakan dengan kondisi yang disekitarnya, ia telah terlupakan bahwa segala apa yang dia dapat itu berasal dari Allah. ia lebih mengutamakan ego, dia tidak memilki rasa ungkapan untuk mengucap syukur, sehingga ia tidak merasa puas.
Contoh,
Saudara, di salah satu daerah dekat California, di daerah tersebut ada seorang tuan tanah yang ingin membagi-bagikan tanahnya kepada masyarakat sekitar. Tuan tanah ini mengadakan suatu kompetisi dimana dalam hal pembagian tanah di daerah tersebut harus diadakan perlombaan, yakni orang yang mau dan memiliki tanah harus ikut kompetisi tersebut. Dalam hal pembagian tanah tidak diukur atau diundi siapa yang layak menerima dan mendapat tanah tersebut, tetapi tuan tanah ini menggunakan cara lain untuk membagi tanahnya. Ia memberikan perintah kepada peserta bahwa tanah yang akan didapat oleh peserta tergantung sekuat berapa jauh ia berlari, dimana peserta kalau berhenti lari itulah yang menjadi bagiannya. Perlombaan tersebut berlangsung, dan diantara peserta ada seorang anak muda ia begitu kuat untuk berlari, dan sudah beberapa hektar ia lewati, namun dalam hati anak muda tersebut masih belum cukup apa yang sudah dia tempuh, ia berkata saya akan berlari lagi dan berlari lagi. Saudara akhirnya apa yang di dapat oleh anak muda tersebut, ia telah berhasil meraih beberapa puluh hektar tanah dari tuan tanah tersebut, ia sukses. Tapi saudara karena ketamakannya apa yang terjadi setelah ia langsung berhenti dan tidak kuat lagi berlari ia jatuh dan langsung meninggal .
Aplikasi,
Saudara/i kerap kali kita diikat oleh hal-hal seperti itu, seperti seorang pemuda yang ikut kompetisi ini, ia tidak merasa terpuaskan oleh apa yang dia sudah dapat, dan apa yang terjadi ia kehilangan segalanya. Kita seringkali juga tidak pernah berterima kasih atau mengucap syukur dari apa yang telah kita terima dan alami, kita tidak pernah merasa bahwa pimpinan Tuhan dalam hidup kita sungguh luar biasa. Bagaimana kita saat ini, mari jangan kita jadikan harta atau uang adalah hidup kita, tetapi mari kita selalu mengucap syukur kepada Allah kita yang hidup apa yang boleh kita alami dan terima saat ini.

2. Ketamakan membuat kita gagal memahami kehendak Allah (ayat 19-21)
Penjelasan,
Saudara/i dalam Kristus Yesus, Paulus di dalam suratnya di Efesus 5:17, yang memberi penekanan bahwa, "Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan". Demikian juga dalam perumpaan Tuhan Yesus ini, yang sebenarnya orang kaya tersebut tidak bodoh secara materi atau masalah harta namun ia bodoh dalam mengerti kehendak Tuhan. Saudara poin yang kedua ini adalah, menjadi bodoh berarti bahwa gagal memahami kehendak Allah dalam diri kita. Seseorang yang mendapatkan pemahaman dan mengerti perkara-perkara dalam kehendak Allah secara mantap tidak menjadikan ketamakan tersebut adalah dasar dari segala-galanya . Itulah yang dialami oleh orang kaya tersebut dimana ia menunjukkan sikap acuh tak acuh atas kehendak Tuhan, ia tidak perlu percaya dan bergantung pada Tuhan. Orang kaya ini hanya menunjukkan kesenangannya sendiri. Ia tidak sadar bahwa kesenangan tersebut telah membawa kedalam keegoisan dalam diri sendiri. Ia telah terbutakan oleh hasil dari tanahnya. Disini terletak akan dosa yang ia miliki yakni dosa pengabaian. Ia tidak mengucap syukur untuk kekayaan yang dia terima, dan dia mengabaikan sesamanya yang membutuhkan. Dia telah melupakan akan perintah kasih bahwa kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu dan dengan segenap pikiranmu. Dan kasishilah sesamu manusia seperti dirimu sendiri. Karena keegoisannya ia telah kehilangan akan Allahnya dan sesamanya. Dia tidak mengerti arti dari maksud dan kehendak Allah. Saudara disini kita diminta untuk mau masuk dalam memahami kehendak Allah dalam hidup, dalam kasih baik kasih kepada sesama dan terlebih-lebih kasih kepada Allah.
Contoh,
Saudara/saudari dalam Kristus hal ini juga muncul dalam kehidupan murid-murid Tuhan Yesus. Yang hanya mementingkan diri sendiri saja. Di dalam Injil Matius kita bisa melihat di pasal 20:20-28, yakni Yakobus dan Yohanes ingin menjadi pemimpin dan duduk disebelah kanan dan kiri Yesus. Dari sikap kedua murid ini hal ini merupakan petunjuk yang sangat jelas bahwa mereka lebih mementingkan diri sendiri dari pada kepentingan orang lain, kedua murid ini dengan ketamakan dalam hatinya, ia hanya mengutamakan kesenangan dirinya sendiri. Murid ini tidak memiliki kepekaan dalam memahami kehendak Allah .
Aplikasi,
Saudara yang terkasih dalam Tuhan, kadangkala kita dengan tidak sadar bahwa kita juga selalu mengalami hal yang dialami oleh orang kaya atau murid Tuhan Yesus, bahkan kita lebih dari apa yang dilakukan oleh orang kaya ini. Kita lebih mengutamakan ego/kepentingan kita. Apakah pernahkah kita belajar untuk membalikkan semua arah pikiran dan menunjukannya kepada Allah? Apakah kita benar-benar mengasihi Allah sedemikian rupa sehingga kita ingin menempatkan Dia dalam diri kita?
Kesimpulan,
Saudara/i kita telah mengenal dari dua poin yang telah diuraikan akibat apa yang terjadi bila kita berada dalam ketamakan dan lebih mengutamakan harta atau uang dari pada mengucap syukur dari apa yang sudah kita terima. Tuhan Yesus menghendaki kita sadar dan meninggalkan ketamakan yang ada dalam setiap diri kita.
Tantangan,
Saudara/I yang telah mendengar Firman Tuhan pada pagi hari ini apakah kita berani mengambil keputusan dan mengatakan kita akan ganti rasa kepentingan diri kita sendiri dengan menjadikan Allah sumber segala-galanya dalam hidup kita? Yesus berkata bahwa dimana ada harta kita di situ ada hati kita, bagaimana kita apakah kita tetap hidup dalam ketamakan atau keserakahan atau kita akan mengatakan, aku mengucap syukur atas perbuatanMu dan karyaMu dalam hidup ini dan kita mengundang Dia dalam hidup kita? Atau, kita berkata "Tuhan, aku ingin menghabiskan hari ini dengan memujiMu. Sangat senang dapat memuji dan bersyukur padaMu. Engkau begitu baik padaku dan aku tahu bahwa Engkau akan terus memenuhi cawanku sampai meluap, jadi aku ingin memujiMu sebelum itu semua terjadi. Ku akan berkata, 'Tuhan aku sudah memutuskan apa yang akan kukatakan padaMu'". Ini adalah sikap yang berbeda yang akan melepaskan kita dari kebutaan rohani. Jadi mari, kita harus belajar untuk mengubah pusat perhatian dalam hidup kita dari diri sendiri menjadi Allah.

Ditulis oleh Hudiman Waruwu


Daftar Pustaka
Alkitab terbitan LAI tahun 1974
Abidin Zainal, Filsafat Manusia (memahami manusia melalui filsafat). Penerbit PT Remaja Rosdarkarya Bandung, 2003.
Casanova Josen, Agama Public di Dunia Modern.Diterbitkan bersama: Lembaga Pengembangan Ilmu Pengetahuan; Pustaka Eureka;R→SIST, diterbitkan September 2003
Editor: Dianne Bergant, CSA, Robert J Karris, OFM,Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Penerbit Kanisius: 2007
Gunawan Herodian Pitrakarya, 94 Panorama kehidupan (kumpulan ilustrasi), diterbitkan oleh Yayasan Andi: Yogyakarta 2006
Kistemaker Simon, Perumpamaan-perumpamaan Yesus. Penerbit SAAT: Malang 2001
Mangunwijaya Y. B.,RAGAWIDYA, Penerbit Kanisius: Yogyakarta 1986.
Sketsa Kehidupan (78 Ilustrasi terbaru), diterbitkan oleh Yayasan Andi: Yogyakarta 2008
Tafsiran Alkitab Masa Kini volume 3. Diterbitkan oleh BPK Gunung Mulia: Jakarta1982
Diambil: http:www.cahaya pengharapan.org/khotbah/perumpamaan/texts/087perumpamaan_ tentang_ orang__ kaya_ yang bodoh.htm

MELANGKAH DI DALAM TUHAN Mazmur 90:1-12




Pendahuluan
Selamat malam Bp/Ibu yang terkasih dalam Kristus. Kehidupan di dunia ini penuh warna. Berbagai macam hal yang kita jumpai dan rasakan setiap hari. Terang pada siang dan gelap pada malam hari. Itulah yang terjadi dalam kehidupan manusia. Sukacita dan dukacita sama-sama dirasakan. Manusia sebagai makhluk yang terbatas dalam ruang dan waktu, mencari kehidupan. Keterbatasan manusia ini membawa dirinya untuk mengenal dan mengetahui apa yang dapat menopang dan menguatkannya untuk mampu mengenal apa yang ada di luar dirinya. Keadaan dan pemahaman ini manusia menemukan Tuhan sebagai Allah yang tidak terbatas dengan ruang dan waktu, tidak tergantung kepada segala sesuatu. Ia adalah yang trasenden dan tak terhampiri. Lagu menyatakan jalan Tuhan tak terselami  oleh setiap hati manusia. Dr. John Calvin di dalam bukunya Institutes of the Christian Religion mengajarkan, “Without knowledge of self there is no knowledge of God” (= Tanpa pengenalan akan diri tidak ada pengenalan akan Allah).2  Hal serupa ditekankan sebaliknya oleh Calvin sebagai satu konsep integratif, “Without knowledge of God there is no knowledge of self” (=Tanpa pengenalan akan Allah tidak ada pengenalan akan diri).3  Artinya pengenalan akan Allah dan pengenalan akan manusia adalah dua hal yang bisa dibedakan, tetapi tidak bisa dipisahkan. Dari dua pernyataan ini, Calvin menyatakan bahwa pengenalan akan diri dimulai dari pengenalan akan Allah, begitu juga sebaliknya. Dengan demikian, Allah adalah sumber kita mengenal diri sendiri.Pengenalan kepada Tuhan, itulah yang menuntun hidup manusia dan berserah kepada Allah. Manusia tidak lepas dengan Sang Trasenden yang melampaui batas ruang dan waktu. Sebab, manusia tidak mampu memahami apa yang akan terjadi hari ini dan ke depan. Sebagai kita pengikut Kristus, murid Kristus yang hidup dalam satu komunitas yaitu Keluarga Allah perlu mendasarkan pengertian kita untuk mampu melangkah di dalam Tuhan selama nafas masih ada. Bagaimana kita melangkah/berserah di dalam Tuhan:

1. Mengakui Kedaulatan Allah
Pernyataan Doa Musa ini menunjukkan kedaulatan Allah. Allah berdaulat dengan tidak terbatas dengan segala sesuatu. Ini sesuai dengan perkataan Paulus pada waktu ia berkata bahwa Allah 'mengerjakan segala sesuatu menurut keputusan kehendakNya' (Ef 1:11). Independent of all others (tidak tergantung pada semua yang lain).
(Matt. 10:29-30, Luke 12:7)" [= Peristiwa-peristiwa / kejadian-kejadian yang terkecil dikontrol secara langsung oleh Dia sama seperti peristiwa-peristiwa / kejadian-kejadian yang terbesar (Mat 10:29-30, Luk 12:7)
Contoh: kasus Hananya (Sadrakh), Misael (Mesakh) dan Azarya (Abednego) yang menolak menyembah ilah asing dalam bentuk patung emas. Mereka berani mengatakan kepada raja Babel, Nebukadnezar (yang sedang menjajah Israel) bahwa mereka tak mau menyembah ilah asing, karena mereka percaya di dalam Allah yang sanggup melepaskan mereka dari hukuman bagi mereka, yaitu dapur perapian. Tetapi seandainya, Allah tidak melepaskan, mereka pun berani mengatakan bahwa mereka tak akan mengkhianati Allah dengan menyembah ilah asing (perhatikan ucapan mereka di dalam Daniel 3:16-18, “Tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada tuanku dalam hal ini. Jika Allah kami yang kami puja sanggup melepaskan kami, maka Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja; tetapi seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan itu.”) Inilah iman Kristen yang benar, yaitu memercayai Allah yang sanggup melepaskan umat-Nya dari penderitaan sekaligus Allah yang Berdaulat yang bisa juga tidak melepaskan umat-Nya tersebut. Saya menyebutnya sebagai terobosan iman. Iman Kristen bukan iman yang “memercayai” “Allah” yang menurut pada kemauan kita untuk diklaim janji-janji-“Nya”, tetapi iman Kristen adalah iman yang berani menerobos segala kesulitan dengan berharap dan beriman mutlak di dalam Allah yang berdaulat yang bisa melepaskan kita dari kesulitan, dan bisa juga tidak melepaskan kita dari kesulitan, tetapi memberikan kekuatan kepada kita untuk menghadapinya. Mengapa kita dapat beriman sedemikian? Karena kita percaya satu hal bahwa rancangan dan jalan Tuhan bukanlah rancangan dan jalan kita (Yesaya 55:8).
Bapa/ibu yang terkasih. Menyangkali kedaulatan Allah merupakan pandangan yang tidak tepat dimana pada akhirnya akan menghasilkan pemikiran humanistis (pemujaan manusia) dan legalisme. Sebaliknya menyangkali tanggung jawab manusia juga tidak tepat sebab beresiko untuk membawa kita jatuh kedalam fatalisme (pasrah pada nasib). Oleh karena itu kita perlu memiliki pandangan alkitabiah yang seimbang antara kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia.

2. Menyadari rentannya kehidupan
Dalam Mazmur menyatakan bahwa hidup ini akan berakhir, dan tidak selamanya menikmati dunia/tinggal di dunia ini. Rentannya kehidupan ini oleh banyak pakar disimpulkan, sebagai dampak samping teknologi ciptaan manusia yang lepas kendali. Yang sebabnya tak mampu diprediksi, dan yang akibatnya tak sanggup diatasi. Karenanya racun paling berbisa bagi masa depan umat manusia, sebenarnya terletak pada diri manusia sendiri. Pada kecenderungan hatinya: kesombongannya, kepalsuannya, kedengkiannya, serta pementingan diri sendiri. Dari waktu ke waktu kita menyaksikan, bagaimana kebenaran dipasung oleh kebohongan dan kemunafikan. Bagaimana manusia menyembah ilah-ilah palsu, yang kini tak lagi bernama Baal atau berbentuk anak lembu mas, tapi bernama etno-nasionalisme, etno-religionisme, materialisme, hedonisme serta egosentrisme.
Jika kita memperhatikan dunia ini dengan tenang, kita akan melihat setiap orang itu sibuk sepanjang hidup mereka, tetapi sesungguhnya untuk apa? Kapan baru dapat melupakan semua ini agar tidak lagi mengejar berbagai hal dengan susah payah ? Aku pikir kata mutiara dari pujangga Su Dongpo  betul-betul telah menampilkan kondisi hati yang dimaksud. " Aku selalu menyayangkan bahwa tubuh ini bukanlah milikku, sampai kapan  aku berhenti menikmatinya demi kepentingan sendiri?"
Memandang hambar pada ketenaran dan keuntungan bukan saja dapat memperpanjang usia, tetapi juga dapat memurnikan tubuh dan pikiran, membuat diri sendiri merasakan kebebasan dan keleluasaan yang sejati. Pertanyaannya sekarang: mana yang kita pilih melangkah di dalam Tuhan atau memilih jalan sendiri?
Ada salah satu nasehat untuk orang Indian Cherokee dari AS yang mengatakan: “ketika engkau lahir, engkau menangis sementara semua orang di sekitarmu tersenyum. Jalanilah hidupmu sedemikian rupa sehingga pada saat engkau mati, semua orang disekitarmu menangis sementara engkau terseyum.”
Ungkapan ini mengajarkan kepada kita agar kita hidup menjadi orang yang berguna bagi sesama kita. Sehingga pada saat kita mati nanti kit mewariskan kebajikan kepada orang-orang di sekitar kita.

3. Menjalani hidup dengan bijaksana
Poin yang ketiga melangkah di dalam kita harus menjalani hidup bijaksana. Mazmur 90:11-12, mengungkapkan seruan doa, memohon kemampuan untuk menjalani hari-hari dengan bijaksana. Bijaksana dalam pengertian ini, memberikan kita pemahaman bahwa kebijaksanaan yang paling tinggi itu adalah dari Tuhan. Doa Musa, menunjukkan kepada kita bahwa pengertian Musa akan keterbatasannya sebagai hamba Tuhan. Dia tidak mengandalkan hikmat manusia, hikmat diri sendiri. Hal ini juga tertera dalam penjelasan Paulus kepada jemaat di Korintus. Paulus mengawali suratnya dalam pengertian hikmat dunia dan hikmat sorgawi. Suatu hal yang berlwanan. Bukankah hikmat dunia yang selalu diandalkan. Bukankah dengan rasio dan akal menjadi jawaban dari segala sesuatu. Tetapi, Musa dan Paulus mengatakan bahwa hikmat sejati dan kekal itu ada di dalam Tuhan. Sumber dari kebijaksanaan adalah Firman Allah. Yesus Kristus Matius 7:24"Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu.
Contoh: ITB 1 Raja-raja 4:31 Ia lebih bijaksana dari pada semua orang, dari pada Etan, orang Ezrahi itu, dan dari pada Heman, Kalkol dan Darda, anak-anak Mahol; sebab itu ia mendapat nama di antara segala bangsa sekelilingnya. Dalam Yesaya5:21 mengatakan Celakalah mereka yang memandang dirinya bijaksana, yang menganggap dirinya pintar!
Disinilah kita menempatkan diri seperti apa yang dikatakan dalam Wahyu 13:18 Yang penting di sini ialah hikmat: barangsiapa yang bijaksana, baiklah ia menghitung bilangan binatang itu, karena bilangan itu adalah bilangan seorang manusia, dan bilangannya ialah enam ratus enam puluh enam.
Ada segerombolan orang yang berjalan di padang pasir, semua berjalan dengan berat, sangat menderita, hanya satu orang yang berjalan dengan gembira. Ada yang bertanya: “Mengapa engkau begitu santai?”Dia menjawab sambil tertawa: “Karena barang bawaan saya sedikit.” Ternyata sangat mudah untuk memperoleh kegembiraan, cukup tidak serakah dan memiliki secukupnya saja.

Pentup: Bp/ibu yang terkasih biar ketiga hal ini memperlengkapi pemahaman kita untuk melangkah di dalam Tuhan. Kita sebagai pengikut Kristus mengakui kedaulatan Allah, menyadari rentannya kehidupan sehingga kita hidup bijaksana di dalam melangkah bersama Tuhan. Biar seperti apa yang dikatakan Maria kepada Tuhan “sesungguhnya aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku sesuai dengan perkataanMu. Tuhan Yesus Memberkati. Amin

Ditulis oleh Hudiman Waruwu

Meraih Hidup Berkemenangan (2 Korintus 4:16-18, 5:1-10)



2 Korintus 4:16-18: Sebab itu kami tidak tawar hati (putus asa), tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari.  17 Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami.  18 Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.

2 Korintus 5:1-5: Karena kami tahu, bahwa jika kemah tempat kediaman kita di bumi ini dibongkar, Allah telah menyediakan suatu tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal, yang tidak dibuat oleh tangan manusia.  2 Selama kita di dalam kemah ini, kita mengeluh, karena kita rindu mengenakan tempat kediaman sorgawi di atas tempat kediaman kita yang sekarang ini,  3 sebab dengan demikian kita berpakaian dan tidak kedapatan telanjang.  4 Sebab selama masih diam di dalam kemah ini, kita mengeluh oleh beratnya tekanan, karena kita mau mengenakan pakaian yang baru itu tanpa menanggalkan yang lama, supaya yang fana itu ditelan oleh hidup.  5 Tetapi Allahlah yang justru mempersiapkan kita untuk hal itu dan yang mengaruniakan Roh, kepada kita sebagai jaminan segala sesuatu yang telah disediakan bagi kita.

2 Korintus 5:6-10: Maka oleh karena itu hati kami senantiasa tabah, meskipun kami sadar, bahwa selama kami mendiami tubuh ini, kami masih jauh dari Tuhan,  7 sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat  8 tetapi hati kami tabah, dan terlebih suka kami beralih dari tubuh ini untuk menetap pada Tuhan.  9 Sebab itu juga kami berusaha, baik kami diam di dalam tubuh ini, maupun kami diam di luarnya, supaya kami berkenan kepada-Nya.  10 Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat.

Pendahuluan
Selamat sore bapak/ibu yang terkasih dan tercinta di dalam Tuhan kita Yesus Kristus. Bagaimana kabar bapak/ibu sore hari ini? Merupakan suatu anugerah boleh kita bertemu di tempat ini, Allah telah memberikan kita kesehatan, kekuatan, dan kerinduan untuk bisa berkumpul di tempat ini. Saya percaya bapak/ibu semuanya sehat, barusan melakukan pemeriksaan kesehatan dan sekarang kita mengisi kehidupan spiritual kita, bila tadi pemeriksaan fisik sekarang kita merenungkan bersama-sama Firman Allah. Sebelumnya saya berterima kasih kepada komisi Senior yang telah mempercayakan kepada saya untuk menyampaikan Firman Allah kepada bapak/ibu. Dengan sepenuh hati dan rendah hati jujur saya harus banyak belajar kepada bapak/ibu yang telah lama memahami dan merenungkan Firman Allah. Pada kesempatan ini ijinkan saya untuk menyampaikan Firman Allah pada kita sore hari ini. Mari kita membuka Alkitab, dalam 2 Korintus 4:16-18 dan kita lanjut pada 5:1-10. Saya akan membacanya dan bapak/ibu menyimak bersama-sama. Demikian, Paulus berkata…………………..
Bapak/ibu yang terkasih, tema kita pada saat ini adalah “Meraih hidup berkemenangan.” Bapak/ibu, lanjut usia itu merupakan suatu hal yang dialami oleh setiap manusia yang mendapat anugerah Tuhan. Tidak semua orang bisa merasakan umur di atas 50 tahun. Sebagian manusia menempuh dan merasakan bagaimana hidup dalam usia yang semakin tua. Untuk menuju usia yang semakin berumur/tua, tidak lepas dari berbagai masalah dan pergumulan. Setiap manusia pasti mengalami tantangan, tidak terkecuali lanjut usia juga mengalami tantangan-tantangan, masalah-masalah yang dihadapi, pergumulan-pergumulan dan penderitaan, baik secara fisik, psikologi, sosial, bahkan mengalami krisis spiritualitas. Ada berbagai tanggapan terhadap orang-orang yang berada dalam umur yang lanjut usia.
Kurang produktif, Kurang menarik, Kurang energik, mual, letih, berdebar-debar, lebih sensitif, mudah frustrasi, kurang percaya diri, depresi……
ada banyak hal yang meneliti tentang kehidupan lansia
Ini merupakan sebagian dari beberapa penilitian yang sudah dilakukan. Lanjut usia juga tergolong yang memiliki konsep diri, bertanggungjawab, sebagai penasehat/banyak pengalaman, sebagai teladan bagi semua orang. Ini semua masuk dalam masa lanjut usia. Bapak/ibu yang terkasih masa lanjut usia, merupakan masa yang tidak mudah untuk menghadapinya. Ada banyak tantangan yang dihadapi………
Saat saya berada di salah satu gereja untuk pelayanan. Di gereja tersebut, ada seorang jemaat yang tergolong lanjut usia dan mengalami sakit, sakitnya sudah agak lama. Dia adalah salah satu mantan majelis dari gereja tersebut. Saat saya mendengar apa yang dialami oleh bapak ini, bapak ini ternyata mengalami pergumulan besar terhadap apa yang selama ini dia yakini dan alami. Mengapa? sebab permasalahan yang dihadapinya adalah permasalahan mengenai sakit penyakitnya yang tidak kala sembuh. Bapak ini, mempertanyakan kasih Tuhan dan mempertanyakan apa yang dia lakukan selama ini kepada Tuhan, ia telah melayani dan mengabdikan dirinya untuk pelayanan. Tetapi yang dialaminya adalah suatu kondisi yang melemahkan fisik. Apa yang terjadi, dia tidak percaya lagi kepada Tuhan dan menolak untuk dilayani ataupun membaca Akitab. Inilah keadaan/realita dari sekian banyak yang dihadapi oleh anak-anak Tuhan. Iman tidak statis tetapi dinamis, dalam hal ini menghadapi hari-hari depan membutuhkan kekuatan dan pertolongan Allah.
Bapak/ibu yang terkasih, apa yang dialami ke depan kita belum tahu. Apakah kesehatan kita tetap prima, fisik tetap kuat. Namun yang jelas fisik dan kesehatan semakin melemah. Apakah spiritual kita juga ikut lemah atau pelayanan kita semakin kendor, undur dari Tuhan. Bapak yang baru saya saksikan tadi mengalami kehidupan yang tidak kita hendaki untuk terjadi. Masa mudanya dia berikan untuk melayani Tuhan dan sesama, namun di masa tuanya terjadi pembalikkan keadaan dia jatuh sakit dan meninggalkan Tuhannya. Memang hal ini, kita tidak tahu. Tetapi, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana kita menghadapi hari-hari ke depan? Itulah sebabnya saya memberikan tema saat ini “meraih hidup berkemenangan” kita tahu bahwa Allah yang selalu menolong dan menyertai kita, karena, Dia adalah Allah Immanuel.
Bacaan yang kita baca tadi adalah merupakan suatu perikop yang berbicara masa yang akan datang yang memberikan penghiburan dan penguatan kepada kehidupan anak-anak Tuhan. Apa yang di ungkapkan oleh Paulus merupakan sebuah dambaan setiap orang. Paulus dalam hal ini, mengungkapkan apa yang sedang dialaminya dan yang akan dialaminya. Paulus ingin menunjukkan dan menerangkan kepada setiap jemaat mengenai kemenangan yang diperoleh setiap jemaat. Keadaan saat itu, merupakan suatu keadaan yang menggoncangkan iman, keadaan di mana jemaat menghadapi berbagai tantangan hidup dan godaan-godaan: Korintus adalah merupakan kota yang mendapatkan rapor merah, bila kita membaca dalam 1 Korintus, di situ jelas apa yang sedang terjadi dalam kehidupan jemaat. Ada banyak sikap/perbuatan, tindakan yang dilakukan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Pada dua Korintus ini merupakan lanjutan dari apa yang telah ditulis oleh Paulus dalam satu Korintus. Rupa-rupanya permasalahan di jemaat Korintus masih berkelanjutan, terutama dalam pertentangan terhadap pribadinya dan kerasulan Paulus. Para penentang ini ingin agar jemaat tidak banyak yang ikut Kristus, dan ajaran Paulus. Itu halnya paulus menulis surat dua Korintus ini.
Bapak/ibu yang terkasih, dalam perikop yang kita baca adalah bagian dari argumen Paulus terhadap para penentangnya. Paulus di sini mengkisahkan bagaimana kehidupan spritualnya yang semakin bertambah walaupun keadaan fisiknya lemah. Ia bermaksud untuk memberikan penjelasan dan penguatan iman kepada jemaat di Korintus. Pasal sebelumnya membenarkan bahwa kehidupan rasul Paulus dalam pelayanan tidak berjalan dengan mulus. Dia berhadapan dengan penderitaan, tantangan dan pergumulan. Hal ini yang menjelaskan bahwa Paulus dalam segala keterbatasan dan kelemahannya ia tetap semangat dan berjuang dalam imannya untuk memberitakan Kabar Baik. Paulus menemukan kemenangannya lewat spritualitas yang dipupuknya sejak ia mengenal Kristus.
Bapak/ibu yang terkasih, spirtualitas sangat mempengaruhi kehidupan kita di masa depan. Sebuah penilitian ilmiah yang telah dilakukan di New Haven, Connecticut yang mengatakan bahwa spritualitas berpengaruh pada kesehatan dan pola pikir kita. Ellen D. Idler , meneliti 2.811 orang yang berumur 65 tahun ke atas, yang sering ikut ibadah, kebaktian-kebaktian di gereja serta yang ikut doa pagi di New Haven, Connecticut. Dia mengatakan bahwa mereka ini memiliki kesehatan dan cara pandang yang luas di banding dengan yang lain-lainnya, yang tidak ikut kegiatan gerejawi. Menunjukkan bahwa kondisi-kondisi kronis yang lebih sedikit, ketidakmampuan fungsional dan depresi yang lebih rendah.
Bapak/ibu ada beberapa hal yang kita bisa kita pelajari dalam perikop ini yang membawa kita dalam kemenangan atau kemerdekaan dalam mengisi kehidupan kita selama masih mendapatkan anugerah untuk menjalani hidup di bumi ini:

Bagaimana kita meraih hidup berkemenangan?
1. Memiliki Pengharapan (ay. 16-18)
Pengharapan adalah dasar setiap manusia untuk melangkah ke depan. Otto Hentz (52009:5) mengatakan “tanpa harapan tak akan ada masa depan bagi kita, kita tidak punya apa-apa untuk berharap, hidup adalah tanpa tujuan.” Rasul Paulus di sini menekankan, bahwa walaupun kondisi fisiknya semakin melemah, tetapi dia tidak putus asa. Di pasal dua kita mengetahui bagaimana Paulus bersaksi tentang penderitaan yang dihadapinya. Nyawanya menjadi taruhan. Tetapi, karena ia memiliki pengharapan, sehingga ia mengatakan bukan yang kelihatan yang saya percaya tetapi yang tidak kelihatan itu yang saya nantikan. Kita baca 2 Korintus 1:8-10 8 Sebab kami mau, saudara-saudara, supaya kamu tahu akan penderitaan yang kami alami di Asia Kecil. Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami.  9 Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati. Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati.  10 Dari kematian yang begitu ngeri Ia telah dan akan menyelamatkan kami: kepada-Nya kami menaruh pengharapan kami, bahwa Ia akan menyelamatkan kami lagi.” Paulus memiliki pengalaman iman kepada Tuhan, Allah telah menyelamatkan dia, dalam perjalanan hidupnya. Itulah sebabnya Paulus menaruh pengharapan dan tidak putus asa. Lemah fisik dirasakan oleh Paulus, tetapi itu tidak mengalahkan kepercayaannya kepada Tuhan. Karena ia menaruh pengharapan kepada Tuhan. Surat Ibrani 12:3-4 mengatakan “Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.  4 Dalam pergumulan kamu melawan dosa kamu belum sampai mencucurkan darah.
Pengharapan itu membawa kita dalam kemenangan iman, menguatkan kita dalam penderitaan yang kita alami. Sebab, lebih dari pada itu Tuhan telah menanggungnya.
Contoh:
Bapak/ibu yang terkasih, Ketika seorang petani mengolah tanah, menaburkan benih, memberi pupuk, memberikan sistem pengairan yang baik, menjaga ladangnya dari hama, dan merawatnya dengan intensif, petani tersebut memiliki sebuah harapan bahwa apa yang dilakukannya akan menghasilkan hasil panenan yang besar. Tidak ada petani yang tidak mengharapkan hasil apapun atas jerih payahnya. Semuanya dilakukan untuk sebuah pengharapan.
Relevansi/aplikasi:
Bagaimana dengan kita sekarang ini, seorang petani punya harapan dalam pekerjaannya agar ada hasil yang banyak. Petani tahu, karena di memiliki harapan bahwa nantinya akan membawa hasil yang banyak. Demikian juga Paulus, Paulus memiliki harapan dan tidak putus asa, karena dia tahu ada harapan yang membawa kemenangan. Penelitian ilmiah mengatakan keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan gereja menolong kita untuk mampu menjalin hidup ini. Sebab kita menemukan harapan di situ.

2. Merindukan hadirat Allah (ay. 1-5):
Manusia, masing-masing memiliki kerinduan. Ada banyak hal yang dirindukan manusia dalam hidupnya. Apa itu rindu. Rindu artinya sangat ingin atau berharap benar terhadap sesuatu, akan kemerdekaan; Dalam ayat 1-5, Paulus mengatakan kita rindu mengenakan tempat kediaman sorgawi. Setiap orang pasti mau mengalami hal ini. Tetapi tidak semua orang bisa mengalaminya. Kerinduan ini, nyata apabila kita berada dalam pengharapan. Kemenangan yang diperoleh Paulus adalah karena kerinduannya untuk berada di kediaman sorgawi. Paulus memahami bahwa hidup di bumi membuat kita menderita, namun dengan kerinduan hadirat Allah dalam hidup kita itulah yang memberi kita kemenangan, kelegaan dan kekuatan.
Merindukan hadirat Allah membentengi jiwa kita dari kegelisahan dan ketakutan yang sedang kita alami di bumi ini. Kejahatan menggerogoti hidup kita, tetapi dengan merindukan hadirat Allah kita di kuatkan, dimampukan untuk kuat dan lega dari apa yang kita hadapi.
Paulus menekankan bahwa kehidupan kita ini memiliki jiwa yang merindukan kediaman Allah. Mengapa demikian, sebab tempat kita di bumi ini tidak menyenangkan, menekan hidup, berbagai tantangan yang kita hadapi. Ada banyak hal yang menjadi penghalang iman kita kepada Tuhan. Godaan-godaan selalu mengikuti kita. Namun, lebih dari pada itu Paulus melihat bahwa tempat saya bukan di dunia ini.
Walaupun, tubuh saya menderita tetapi jiwaku selalu merindukan Allah. Pengenalan dan kerinduan Paulus akan kehadiran Allah dalam hidupnya telah melepaskan jiwanya dari ancaman maut, ketakutan dan kekuatiran, jiwanya terselamatkan. Dia mengalami kemerdekaan, dia tidak terikat dengan apa yang dialami oleh fisiknya, tetapi dia mengikat dirinya di dalam penyertaan Tuhan dan janji Allah.
Contoh:
Pemazmur mengatakan “Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah jiwaku merindukan Engkau, ya Allah.” Di manakah kita menemukan hadirat Allah, Mazmur mengatakan “siang dan malam ku renungkan FirmanMu, Dengan segenap jiwa aku merindukan Engkau pada waktu malam, juga dengan sepenuh hati aku mencari Engkau pada waktu pagi; sebab apabila Engkau datang menghakimi bumi, maka penduduk dunia akan belajar apa yang benar. Bapak/ibu yang di kasihi Yesus Kristus, dengan inilah kita bisa menemukan kebutuhan  melalui merenungkan Firman Allah dalam Alkitab, mencari pencerahan, pertumbuhan iman.
Relevansi/aplikasi:
Kerinduan hadirat Allah membawa kesembuhan batiniah kita, melalui merenungkan Firmannya kita menemukan hadirat Allah, lewat doa, dan harapan kita mampu melihat bahwa Allah adalah Immanuel “Allah yang menyertai kita”

3. Tabah/percaya/yakin/kuat
Ketabahan, merupakan sebuah proses kekuatan jiwa seseorang. Ketabahan bukan saja proses yang identik dengan kemiskinan sandang-pangan, tetapi dalam arti luas bisa berarti tabah menghadapi penderitaan akibat penyakit atau cobaan hidup yang dihadapkan pada masalah interaksi, relasi, dan kehilangan orang terdekat.
Kekuatan jiwa yang bernama tabah ini, merupakan kemampuan seseorang dalam memproses kedatangan “rasa sakit di badan” dan “rasa susah di pikiran” . Ketabahan, erat kaitannya dengan jiwa seseorang yang mempunyai sesuatu pegangan, umumnya keyakinan yang berkaitan dengan agama dan keyakinan pada Sang Pencipta. Dengan demikian, sangat penting seseorang mempunyai keyakinan yang dijalani dengan sepenuh jiwa, sebagai bekal menghadapi cuaca kehidupan yang selalu berubah dan penuh kejutan.
Kobasa dkk. dalam Journal of Personality and Social Psychology (1982) menjelaskan ketabahan hati sebagai suatu konstelasi/hubungan karakteristik kepribadian yang berfungsi sebagai sumber daya untuk menghadapi peristiwa-peristiwa hidup yang menimbulkan stres. Orang yang memiliki ketabahan hati memiliki keberanian berkonfrontasi/menentang pada perubahan atau perbedaan dan menarik hikmah dari keadaan tersebut (Foster & Dion, 2004).
Bapak ibu yang terkasih, Paulus sekali lagi menegaskan hidup kami, hidup karena percaya. Paulus senantiasa tabah dalam menjalani hari-hari yang dilewatinya. Ia mendapatkan kekuatan jiwa disebabkan karena kerinduannya kepada Allah, merindukan tempat kediaman sorgawi. Di sinilah kemenangan orang-orang yang berharap dan senantiasa merindukan hadirat Allah. Ia mendapatkan kekuatan jiwa, menemukan kelegaan dan jawaban dari apa yang diderita dan dialaminya saat dibumi. Sekali lagi kehidupan orang yang berkemenangan di sebabkan karena dia memperoleh ketabahan yang kekal yaitu di dalam Yesus Kristus.
Contoh:
2 Tawarikh 17:3-6   3 Dan TUHAN menyertai Yosafat, karena ia hidup mengikuti jejak yang dahulu dari Daud, bapa leluhurnya, dan tidak mencari Baal-baal,  4 melainkan mencari Allah ayahnya. Ia hidup menurut perintah-perintah-Nya dan tidak berbuat seperti Israel.  5 Oleh sebab itu TUHAN mengokohkan kerajaan yang ada di bawah kekuasaannya. Seluruh Yehuda memberikan persembahan kepada Yosafat, sehingga ia menjadi kaya dan sangat terhormat.  6 Dengan tabah hati ia hidup menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN. Pula ia menjauhkan dari Yehuda segala bukit pengorbanan dan tiang berhala.
Yosafat, menemukan kekuatan jiwa, sebab ia menjalankan apa yang Tuhan kehendaki. Yosafat tidak berpaling menyembah berhala, melainkan ia mengikuti jejak pendahulu/nenek moyangnya yaitu Daud. Ia mendekatkan dirinya kepada Tuhan seperti pemazmur mengatakan (mazmur 119:174) Aku rindu kepada keselamatan dari pada-Mu, ya TUHAN, dan Taurat-Mu menjadi kesukaanku.
Relevansi/aplikasi:
Bapak/ibu yang terkasih sering kali kita, tidak mendapatkan kekuatan jiwa seperti yang Paulus rasakan, mengapa demikian hanya bapak/ibu yang tahu. Tetapi, saya mau mengatakan tabah, berarti kita yakin dan percaya bahwa kemenangan itu hanya ada apabila kita terus berserah dan mendekatkan diri dalam hadirat Allah. Yosafat di sertai Tuhan karena ia menyerahkan hidup sepenuhnya di dalam Tuhan.
Kesimpulan:
Bapak/ibu yang terkasih di dalam Yesus Kristus, lanjut usia adalah suatu anugerah, oleh karena itu walaupun penderitaan, tantangan, atau fisik semakin lemah. Mari, kita jangan putus asa menghadapi itu semua. Karena kita memiliki pengharapan, karena kita merindukan hadirat Allah, dan lebih dari itu jiwa dan kehidupan kita dikuatkan. Paulus dan pemazmur dan raja Yosafat memperoleh kekuatan, karena ia tahu bahwa di dalam Tuhan dan kediaman Tuhan adalah tempat kemuliaan yang kekal. Berharap bukan karena melihat tetapi berharap karena merindukan hadirat Tuhan, dan tabah/percaya di dalam Tuhan. Sebab, Allah yang menyertai dan melindungi orang yang berserah kepadaNya. Amin.

Ditulis oleh Hudiman Waruwu.

Sabtu, 14 April 2012

Gereja sebagai Komunitas yang Memperjuangkan Keadilan

Memperjuangkan keadilan sangat perlu dan harus dilaksanakan. Sebagai orang Kristen selayaknya kita mengambil bagian dan turut serta untuk memperjuangkan keadilan. Mengapa harus demikian? Sebab di dalam pandangan Kekristenan , hakikat Gereja  bahkan panggilan dan perutusan Gereja adalah menghadirkan Kerajaan Allah, dan di dalam Alkitab  tercantum pokok-pokok yang berbicara tentang keadilan. Dari unsur ini, suatu panggilan yang mulia untuk mengaktualisasikan diri. Setiap orang Kristen tertantang untuk mewujudkan atau mendirikan nilai-nilai Kerajaan Allah . Dalam panggilan Gereja untuk mewujudkan Kerajaan Allah di dunia, salah satu yang terkandung dalam nilai-nilai Kerajaan Allah adalah keadilan. Karena itu dalam pemahaman ini, memperjuangkan keadilan merupakan salah satu tugas Gereja dalam panggilannya.
Gereja ada bukan “tujuan pada diri sendiri,” melainkan alat untuk menyatakan kemuliaan Tuhan di dunia (Sidang Raya XII PGI, 1996:53). Secara etimologis Gereja dapat digolongkan dalam dua pemahaman: Pertama, Gereja dalam arti rohani, yakni sejauh interaksi antar manusia dengan Tuhan. Kedua, Gereja dalam arti fungsi, yakni mempunyai konotasi interaksi antar-manusia dalam dunia di mana Gereja diutus Tuhan (Theophilus, 1990:vii). Weinata Sairin (1996:3),  menegaskan bahwa:
Gereja tidak diutus Tuhan di ruang yang hampa dan steril. Gereja diutus Tuhan di tengah-tengah dunia, di tengah-tengah sejarah dan konteks tertentu, Gereja hadir dalam ruang dan waktu yang konkret. Gereja ada bukan untuk dirinya sendiri, ia diutus untuk gelar karya di tengah dunia: Gereja dipanggil untuk “memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia” (1 Petrus 2:9).

Keberadaan Gereja di dunia ini bukan ada dengan sendirinya, tetapi memikul mandat yang diberikan Tuhan untuk mengaktualisasikan diri di dunia ini sebagai “terang dan garam” (bandingkan Mat. 5:13,14). Gereja ada bukan secara eksklusif memberikan pesan etik, dan spiritual untuk jemaat yang bernaung didalamnya saja. Gereja juga ikut serta membangun lingkungan sosial di mana Gereja tersebut ditempatkan (Sairin, 2006:39). Oleh sebab itu, sudah semestinya Gereja, memberikan hal yang terbaik untuk dunia ini. Atau di sisi lain, Gereja bertugas menghadirkan nilai-nilai Kerajaan Allah bagi sesama dan lingkungannya. Hal ini dapat direalisasikan di mana Gereja itu berada. T.B. Simatupang (1985:89-90), mengatakan bahwa:
Keberadaan Gereja di dunia ini karena Gereja diutus oleh Tuhan ke dunia. Tuhan tidak mengutus Gereja ke wilayah ‘asing’ sebab Tuhan adalah Tuhan dari dunia. Tugas Gereja di semua zaman dan semua tempat tidak berubah. Tugas Gereja adalah taat pada Tuhan yang tidak pernah berubah (Ibr. 13:8). Namun tugas yang tidak pernah berubah ini setiap kali dan setiap tempat harus dipahami secara baru ditengah-tengah dunia yang selalu berubah .

Ke dalam dunia inilah Gereja diutus. Di dalam dunia inilah Gereja melalui hidup, perbuatan, dan perkataannya menjadi tanda dan saksi kasih dan rencana Allah itu. Sebab dalam konsep “memenuhi bumi serta menaklukkannya”, manusia sekaligus harus  “mengasihi Allah dengan sebulat-bulatnya dan semua manusia seperti dirinya sendiri” (Mrk. 12:30-31). Gereja ada karena dipanggil oleh Allah dan diutus menjadi berkat bagi masyarakat, Gereja harus terlibat secara aktif dan praksis dalam penegakkan dan memperjuangkan keadilan.
Gereja ada untuk  hadir di tengah-tengah masyarakat sesuai dengan panggilannya. Gereja sebagai komunitas mendapat kedudukannya di dalam pengertian sosiologis bahwa Gereja adalah bagian dalam agama. Maka, di dalam pengertian sosiologi agama bukanlah suatu fakta suprarasional atau supernatural, tetapi suatu fakta sosial-antropologis. Setiap agama memiliki minimal 5 unsur sosiologis antropologis: (a) ada suatu komunitas sosial (community); (b) ada berbagai ritual yang dijalankan (cult); (c) ada sekumpulan kitab atau dokumen yang dipandang suci oleh komunitas sosial (canon); (d) ada sekumpulan doktrin yang dirumuskan secara sosial dan dinyatakan sebagai syahadat (creed); (e) ada sekumpulan kaidah moral yang disusun bersama (code) (Hendropuspito, 222006:110-126). Dari unsur di atas Gereja adalah salah satu komunitas sosial. Maka, orientasi Gereja dalam pengertian ini adalah Gereja bertindak sebagai komunitas sosial yang memiliki perspekstif Kristen dan Gereja terpanggil dalam memperjuangkan keadilan.  Pengertian ini membawa kita dalam kesimpulan bahwa Gereja adalah komunitas yang memperjuangkan keadilan.
Pemahaman akan panggilan dan perutusan Gereja di atas menjelaskan bahwa Gereja sebagai komunitas hadir dalam pergumulan masyarakat guna menyatakan Kerajaan Allah. Gereja yang mengemban tugas perutusan memaklumkan Kerajaan Allah berhadapan dengan keterpurukan. Karena itu, Gereja harus memperbaharui jati dirinya serta menegaskan panggilan dan perutusannya sebagai komunitas yang memperjuangkan keadilan (Widi, 2009:181). Sebagaimana yang ditegaskan oleh para uskup Gereja Katolik Asia, yang menjadi tantangan bagi Gereja adalah pertama, sungguh-sungguh memperbaiki institusi dan gaya hidupnya sendiri; kedua,  merealisasikan di dalam diri sendiri apa yang dikatakannya tentang keadilan sosial; ketiga,  berbagi di dalam kemiskinan orang banyak; keempat,  memberi kesaksian tentang kesederhanaan Injil. Gereja ditantang untuk menjadi “Gereja bersama kaum miskin,” bekerja untuk pengembangan umat manusia, menghormati martabat manusia, menghargai kebudayaan yang ada, bersama-sama mereka dalam memperjuangkan keadilan, mengusahakan pemberdayaan diri, dan menekankan bahwa orang kaya menjadi anggota Gereja kaum miskin dengan memenuhi kewajiban mereka akan keadilan dan kasih terhadap orang miskin. Dengan melakukan itu semua, Gereja menjadi “ragi bagi pembebasan dan perubahan” masyarakat. Masyarakat membutuhkan nilai-nilai Kerajaan Allah untuk mengusahakan perkembangan manusia, keadilan, perdamaian, dan harmoni dengan Allah, antar-manusia, dan dengan seluruh ciptaan yang menjadi kerinduan setiap orang (Pernyataan Pertemuan Umum Kelima Federation of Asian Bishops’ Conferences- FABC V, 3.2.5) (Rukiyanto, dkk. 2009:44). Karena Gereja adalah komunitas yang memperjuangkan keadilan, Gereja seharusnya keluar dari kenyamanan diri sendiri dalam ibadah Gerejawi menuju persolan-persoalan konkret masyarakat, tanggap terhadap perubahan masyarakat (Kooij, 22008:106). HUDIMAN WARUWU